Salah satu penyebabnya, pasca persalinan menuntut ibu menyesuaikan diri pada situasi baru. Ia harus memulihkan kondisi fisiknya, sementara ia juga harus mengurus anaknya, serta harus tetap mengurus pekerjaan rumah tangga. Ini semua akan menyita pikiran dan energinya, hingga dapat memicu emosi dan stress si ibu. Manifestasinya, ibu cepat merasa lelah dan tidak bugar terus menerus, perasaannya jadi tidak menentu, tanpa sebab yang jelas tiba-tiba saja ia marah, kesal, sedih , murung dan ingin menangis terus.
Tentunya kondisi ini akan mempengaruhi sikap dan tindakan ibu terhadap bayinya. Ibu yang tidak siap mental tidak akan antusias dalam menghadapi bayinya. Jangankan untuk menstimulasi bayinya untuk mengajaknya berbicara, bermain atau bercanda, interaksi antara bayi dengan ibunyapun amat jarang.namun bisa juga terjadi sebaliknya, yaitu memperhatikan bayinya secara berlebihan atau terlalu mengkhawatirkannya. Hal ini dipengaruhi juga oleh tuntutan lingkungan bahwa ibu yang baik yaitu ibu yang harus bisa mengurus anaknya dengan baik.
Sulit Tidur
Anak jika diperlakukan tidak menyenangkan secara terus menerus ia akan tumbuh menjadi anak yang sulit diatur, rewel, minta terus diperhatikan, pemurung, pendiam dan tidak aktif. Berat badan anak juga tidak naik-naik tidak nafsu makan dan sering sakit-sakitan. Kelekatan emosi dengan si ibu tidak baik, hal ini akan terlihat ketika anak menginjak usia 8-9 bulan, ia menjadi tidak peduli ketika melihat ibu pulang dari kantor, walaupun ia sebenarnya juga rindu. Di usia selanjutnya bila anak merasa tetap tidak dipedulikan dan dicintai, ia pun akan sulit mencintai orang lain, tak acuh dan sosialisasinya tidak berkembang dengan baik.
Sementara itu bila ibu berlebihan dalam memberikan perhatiannya atau terlalu mengkhawatirkannya, anak jadi sangat tergantung. Kala bayi, ia akan merasa tidak aman bila tidak melihat ibunya. Kalau sudah ketemu, ia tidak mau lepas dari ibunya. Di usia selanjutnya, ia akan tumbuh menjadi anak yang manja, tidak mandiri, banyak menuntut dan egois. Bila hal ini didiamkan terus, ia jadi tidak pernah tau mana yang baik dan mana yang tidak, sehingga seakan tidak ada panduan.
Apabila pengalaman tidak menyenangkan dialami oleh anak secara terus-menerus dan dalam jangka waktu yang lama hingga terakumulasi, bisa jadi akan membuatnya menjadi trauma. Nah, agar pengalaman buruk di masa kecil tidak membekas, ibu harus mengubah sikap dan perilakunya yang negatif itu. Ibu harus bisa berusaha mengatasi emosinya. Mintalah bantuan pasangan atau keluarga. Biasanya , bila ada yang menemani, ibu tidak akan merasa terlalu berat dalam menghadapi tugas-tugas barunya. Untuk itu suami dituntut pengertiannya. Bila istri pasca melahirkan dalam keadaan sedih dan murung, sebaiknya suami menerima dan memahaminya, selain itu juga ikut melibatkan diri membantu mengurus bayi dan mendukung istri untuk melakukan kegiatan yang menyenangkan dirinya.
Hati-hati, depresi pasca persalinan akan mengganggu kemampuan ibu dalam merawat bayi, bahkan juga tugas sehari-hari. Kalau sudah begitu, perlu dicarikan bantuan dengan konsultasi dokter atau psikolog.
0 Response to "Depresi Pasca Melahirkan"
Post a Comment