Anda mungkin pernah mengalami kisah semacam ini. Tenang , Anda tidak sendiri. Banyak kok keluarga yang juga mengalami ini, dan banyak suami istri yang jadi bertengkar gara-gara salah paham tentang penyebabnya. Memang apa sih penyebabnya? Berbagai teori psikologi bisa dipaparkan untuk menjelaskan hal ini.
Salah seorang perintis ilmu psikologi bernama Edwin Lynn Thorndike mengemukakan Law of effect yang sering diterjemahkan bebas sebagai hukum perilaku. Ia menyatakan bahwa semua respon yang mengarahkan pada hasil yang memuaskan akan lebih sering diulangi, dan sebaliknya respon yang memberikan hasil yang tak memuaskan cenderung tidak diulangi. Contoh paling mudah untuk kita orang dewasa, ketika kita berbelanja di suatu supermarket dan ternyata benar-benar mendapat harga yang lebih murah sekaligus pelayanan yang menyenangkan, kemungkinan besar kita akan berbelanja lagi di sana. Sebaliknya kalau ternyata harga-harganya mahal dan kualitas barangnya tidak memuaskan ditambah pelayanan yang buruk, tentu saja kita malas berbelanja di sana.
Tentu saja ini terjadi juga pada anak. Ketika mereka mendapatkan keuntungan atau kesenangan setelah melakukan perilaku tertentu, sudah tentu itu akan dia ulangi terus. Contohnya ketika seorang anak mengatakan kata-kata tak pantas, orang di sekililingnya tertawa karena menganggap lucu sekali anak kecil mengatakan itu, tentu saja anak akan mengulangi perkataan tak pantasnya ini.
Ternyata yang menimbulkan kesenangan buat anak adalah PERHATIAN. Yang paling mengejutkan, ternyata yang disebut perhatian itu ada yang positif dan ada yang negatif :
Perhatian positif : bisa berupa pelukan , ciuman, belaian, tepuk tangan, senyum manis orang tua, teriakan gembira, dll.
Perhatian negatif ; bisa berupa kemarahan, pelototan mata, hukuman, cubitan, pukulan, omelan, nasehat panjang lebar, dll.
Perhatikan mana yang kiranya paling disukai si kecil :
- Diberi senyum manis
- atau diberi pelototan sebal
- diabaikan / dicuekin.
Seorang ahli bernama Jean Piaget mengingatkan kita bahwa anak yang berusia dibawah 11 tahun bisa betul-betul paham jika kita memberitahukan anak dengan cara yang kongkrit. Kongkrit disini artinya anak bisa melihat, mendengar, atau menyentuhnya. Kalau anak hanya diminta membayangkan saja, dia sulit mengerti. Itulah dia mengapa anak sangat sulit membayangkan ‘sakit hati’ atau ‘ orang lain marah’ . banyak anak, terutama dibawah usia 7 tahun, juga sulit memahami nasehat dan omelan orang tua, apalagi kalau diberikan dengan panjang lebar dan contoh-contoh yang harus dibayangkan oleh anak. Bukan berarti tidak boleh memberi nasehat, boleh saja namun jangan terlalu berharap anak akan langsung mengubah perilakunya.
Beberapa cara yang sering dilakukan oleh orang tua :
- Power assertion, alias usaha menghentikan perilaku buruk anak lewat tekanan orang tua, bisa berupa tuntutan, ancaman, menarik hak anak, dan berbagai hukuman lain, termasuk hukuman fisik alias corporal punishment.
- Indictive technique, alias mendorong anak berperilaku baik dengan menentukan dan mengkomunikasikan batasan aturan rumah, mengingatkan konsekuensi yang akan didapat anak ( dan menjalankannya), mendiskusikan aturan ruamh bersama anak, bernegosiasi dll.
- Withdrawal of love, mencakup mengabaikan, mengisolasi anak, menunjukan rasa tidak suka pada anak.
Cara lain yang bisa kita lakukan ketika anak ngomong kasar antara lain :
- Abaikan , seakan-akan Anda tak mendengar apapun. Focus saja pada apa yang sedang Anda lakukan, misalnya tetap mencuci atau menyedot juice Anda. Mungkin anak bingung karena Anda tak bertindak, dan dia berusaha menarik perhatian Anda dengan mengatakannya lebih keras. Tetaplah abaikan !
- Cara lain adalah pura-pura salah mendengar. Contohnya ketika anak mengatakan kata-kata kasar, Anda menanggapi yang dia katakana dengan kata-kata lain yang lebih netral/ posiitif, “Kamu bilang Kucing? Oh maksudmu anjing lucu? Ya, memang asyik sekali bermain dengan anjing lucu!” padahal mungkin dia sama sekali tak mengatakan anjing atau kucing.
- Bisa juga dengan tetap memandang anak, tapi seakan-akan tak bisa mendengar. Contohnya ketika anak mengucapkan kata kasar, Anda tetap menatapnya, namun dengan wajah bingung seakan-akan Andaa tak memahami apa yang anak katakana. Anda malah bisa mengubahnya sebagai permainan tatap-menatap, yang menang adalah yang bisa menatap paling lama tanpa berkedip (sesekali Anda yang kalah ya).
- Yang paling penting , setelah anak mengucapkan kata-kata yang sopan kembali, Anda harus menanggapinya dengan ramah. Perbedaan perilaku Anda ini (perlu cukup kongkrit, cukup terlihat oleh anak ya) akan membuat anak sadar bahwa Anda tak menyukai kata-kata kasar itu, tapi Anda lebih menyukai kata-kata netral / positif yang dia ucapkan. Boleh kok ditambahi dengan pelukan atau tepuk tangan.
- Esoknya boleh kok dijelaskan dengan kata-kata sederhana bahwa Anda tak mau dia mengucapkan kata-kata itu (sebutkan saja). Namun jangan lupa member contoh perkataan apa yang Anda perbolehkan. Anda bisa bilang begini misalnya, “Kalau kamu marah, bilang saja ke mama ‘ aku marah Ma!’ dan mama akan peluk kamu supaya kamu lebih tenang.”
- Kalau anak betul-betul kesulitan untuk menghentikan kata-kata tertentu, lokalisir penggunaan katanya. Anda bisa memberi contoh , “Boleh bilang’ bodo’ kepada kucing liar yang mencuri ikan goreng kita, tapi tak boleh bilang ‘bodoh’ kepada kakak. Kakak kan orang.”
- Batasi tontoan anak, cermati jangan sampai anak menonton acara yang bukan untuk anak. Batasi juga jam menontonnya (dibawah 2 tahun sama sekali tidak boleh menonton TV ya)
- Beberapa lagu dewasa juga mengandung kata-kata tak pantas, jadi pilihlah lagu-lagu yang Anda nyanyikan atau senandungkan.
- Cermati bicara Anda dan anggota keluarga lain (termasuk pengasuh anak). Jangan sampai ternyata Andalah yang memberikan contoh berbagai penggunaan kata-kata kasar ini.
- Cermati perilaku Anda dan anggota keluarga lain ketika sedang marah. Ketika sedang marah, seringkali kita lepas kontrol dan justru jadi mengucapkan berbagai kata tak pantas tanpa disadari . kontrol diri Anda !
- Perhatikan lingkungan pergaulan anak. Sesekali minta anak lain bermain dirumah dibandingkan anak yang bermain di luar rumah, dan Anda bisa sekaligus memberi contoh dan tindak disiplin penuh kasih bagi anak lain untuk berperilaku lebih santun.
- Kerjasama dengan guru di sekolah untuk lebih memperhatikan perkataan anak.
- Selamat mencoba !